KEGADUHAN mengenai ditetapkannya Kota Banjarbaru menjadi Ibukota Kalsel mencuat dalam sepekan ini. Masalahnya, DPRD dan wali kota saja tidak merasa dilibatkan dalam urusan pemindahan ini. Keriuhan dari informasi RUU Provinsi yang baru disahkan ini menemui babak baru. Gugatan ke Mahkamah Konstitusi berpotensi terjadi.
Pemindahan ibukota termuat dalam UU Provinsi Kalsel pada Bab II Pasal ke-4 dan baru disahkan oleh DPR RI. Namun belum lama disahkan regulasi ini terus menuai reaksi beragam di masyarakat.
Prosedur hingga mekanisme pemindahan Ibukota Kalsel ke Banjarbaru sampai saat ini masih menjadi pro kontra dan masih menjadi pertanyaan publik. Siapa pengusul dan kapan dibahasnya? Pertanyaan seperti ini muncul karena banyak pihak yang merasa tidak dilibatkan.
Di kalangan legislator rumah Banjar (DPRD Kalsel) contohnya bahkan sebagian besar wakil rakyatnya tidak pernah mengetahui atau dilibatkan dalam pembahasan perpindahan ibu kota.
Sehingga informasi bahkan sosialisasi beserta kajiannya yang dilakukan hingga penetapan dalam UU tersebut dinilai perlu dipertanyakan.
Tak hanya itu, sebagai Ibukota Kalsel selama ini, Pemerintah Kota Banjarmasin pun merasa terkejut dengan kabar pemindahan ini. Wali Kota Banjarmasin menyatakan secara tegas, pemindahan itu tanpa ada komunikasi dan pembahasan sebelumnya dengan pemkot. Terlepas dari itu, pemerintah kota pun masih mempertimbangkan apakah akan upaya judicial review ataukah tidak.
Ibukota Kalsel Pindah Ke Banjarbaru? Wali Kota Banjarmasin: Sampai Hari Ini Tidak Melibatkan Pemkot Banjarmasin, Itu Usulan Siapa?
Isu terkait pemindahan Ibukota Provinsi Kalsel ke Banjarbaru ditanggapi Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, Sabtu (19/2/2022).
Menurut Ibnu isu ini baru ia ketahui. Karena jika memang pemindahan ini berdasarkan RUU di DPR RI yang disahkan maka terasa ada yang kurang pas. Karena pihak Pemkot Banjarmasin saja tidak pernah tau ada usulan tersebut. "Hingga sekarang belum ada pembicaraan terkait itu," tegasnya, Sabtu (19/2/2022).
Pihaknya bahkan belum mendapatkan konfirmasi resmi dari Pemprov Kalsel terkait pemindahan ibukota tersebut. Ibnu menjelaskan bahwa dari awal pihaknya telah mengikuti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalsel.
"Jika ada revisi RUU pemindahan ibu kota provinsi ke Banjarbaru, saya malah mau bertanya itu usulan siapa," katanya.
Bahkan dalam visi misi di era Sahbirin Noor menjabat sebagai gubernur di dalamnya tidak dicantumkan hal tersebut. Jika RUU tersebut lanjutnya kemudian dibahas, maka harus ada aspirasi sebelumnya untuk diusulkan menjadi RUU.
Sementara, tegas ia hingga saat ini tidak ada konfirmasi terhadap Pemkot Banjarmasin dalam usulan revisi RUU pemindahan ibukota ke Banjarbaru. "Saya sebenarnya tidak masalah jika Banjarmasin tidak lagi menjadi ibu kota provinsi, tetapi semuanya harus dibicarakan arahnya seperti apa," jelas ia.
Wali kota dua periode ini mengatakan pada dasarnya hal biasa jika terjadi pemindahan ibukota. Namun harus dengan perencanaan terintegrasi. Karena itu akan memengaruhi RPJM baik itu menengah, maupun jangka panjang daerah.
Untuk itu pihaknya akan melakukan upaya mengklarifikasi meminta penjelasan, kebenaran akan pemindahan ibukota provinsi tersebut."nKarena sejauh ini belum ada kejelasannya," pungkasnya.
Ibukota Kalsel Dipindah, Wali Kota Banjarmasin Persilakan Lakukan Gugatan Hukum Ke MK
Pemindahan Ibukota Kalsel menuai pro dan kontra, tak terkecuali masyarakat Banjarmasin. Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina mengatakan dalam beberapa hari terakhir ia menerima berbagai usulan dari masyarakat untuk melakukan dicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Banyak sekali aspirasi yang masuk, ada yang mengusulkan judicial review dan upaya yang lainnya," ucap Ibnu, Senin (21/2/2022).
Ibnu merasa heran, karena pengesahan RUU yang memindahkan ibukota Kalsel dengan sejarah panjang ratusan tahun itu tidak melibatkan pemerintah kabupaten/kota.
Ia berpendapat, seharusnya semua pemerintah daerah di Kalsel dilibatkan untuk uji publik dalam pengesahan RUU tersebut. "Kita aja bikin perda ada uji publik, masa undang - undang tidak," katanya.
Pada dasarnya ujar wali kota dua periode ini, isu pemindahan ibukota tersebut ada sejak tahun 1950 silam. Namun, kala itu kesepakatan tetap Banjarmasin sebagai Ibukota Kalsel. Sedangkan untuk upaya hukum sendiri, kata ia, saat ini legal standing untuk upaya gugat ke MK telah memenuhi persyaratan. "Jadi silakan saja apakah kabupaten/kota atau pemkot sendiri melakukan upaya hukum," tutupnya.
Wakil Rakyat Banjarmasin: Mana Uji Publik Pemindahan Ibukota Kalsel?
Pemindahan Ibukota Kalsel menuai tanggapan dari anggota legislatif di DPRD Banjarmasin. Salah satunya datang dari anggota DPRD Banjarmasin Fraksi PKS, Hendra yang menurutnya secara historis agak susah memindahkan Ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru. "Tidak bisa begitu saja RUU Provinsi Kalsel tiba-tiba disahkan dan memuat hal tersebut, tanpa ada uji publik dan lain-lain," terangnya (20/2/2022).
Ia menekankan harus ada penjelasan secara naskah akademik, baik itu aspek filosofis, sosiologis, maupun yuridis. "Kalau sebagai pusat perkantoran, saya rasa tidak masalah, namun kalau tiba-tiba muncul pemindahan ibukota ini akan menjadi masalah tersendiri," jelasnya.
Hendra juga menyebutkan kalau bisa judicial review sebaiknya dilakukan dan coba dikaji lagi lebih mendalam.
Sayangkan Kepindahan Ibukota Kalsel, Luthfi: DPRD Kalsel Tidak Diajak Berunding
Anggota DPRD Kalsel Dapil Kalsel 1 Kota Banjarmasin, Lutfi Saifuddin menyayangkan pemindahan Ibukota Kalsel.
Dirinya merasa DPRD Kalsel tidak pernah diajak bicara atau berunding, bahkan mengetahui ada usulan. Padahal menurutnya banyak perwakilan Kalsel di DPR RI sehingga menjadi pertanyaan mengapa sampai anggota dewan di Banua malah tidak mengetahui RUU tersebut telah disahkan. "Karena penetapan ini harus berdasar usulan," katanya.
Ia bahkan mengaku terkejut karena belum pernah mendengar sebelumnya Ibukota Kalsel akan dipindah ke Kota Banjarbaru. Sedangkan menurut Lutfi yang diketahui memang pusat perkantoran pemerintahan di Banjarbaru namun bukan ibukotanya dipindah. "Jujur saya terkejut, karena memang belum pernah mendengar Ibukota Kalsel akan dipindah," ungkapnya Minggu (20/2/2022) malam.
Ia mengatakan jika pun terjadi perpindahan ibukota maka memerlukan kajian. Jika dirasa layak baru harusnya diusulkan. "Nah ini yang perlu dicari dan diketahui titik awalnya mengapa jadi ditetapkannya Banjarbaru sebagai ibukota," terangnya.
Menurut Lutfi pemindahan ibukota bukan hal mudah dan harus diikuti anggaran yang memadai. "Kami di DPRD Kalsel khususnya di Badan Anggaran (Banggar) tidak pernah membahas itu," ungkapnya.
Lutfi juga mempertanyakan apakah Banjarbaru sudah memiliki operasional pemerintahan sesuai yang harus dimiliki daerah dengan status ibukota. "Banjarmasin menurut saya masih sangat layak menjadi ibukota Kalsel, saya menolak untuk dipindah" ucapnya.
Sehingga terang Lutfi ini pun perlu dirembukkan baik DPRD maupun pihak Pemerintah Provinsi Kalsel untuk berdiskusi terkait penetapan tersebut.
Ibukota Kalsel Dipindah, Yani Helmi: Harusnya Kabupaten/Kota Dilibatkan
Pemindahan Ibukota Kalsel mendapat sorotan dari anggota DPRD Kalsel, M Yani Helmi yang merasa tidak tahu menahu adanya pemindahan ibukota ke Banjarbaru.
Ia pun menyayangkan terhadap disahkannya RUU pemindahan ibukota menjadi UU. Sebab, tidak melibatkan 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalsel.
Harusnya menurut Yani aspirasi masyarakat yang harus pertama didengar kemudian baru dirapatkan dan diparipurnakan usulan tersebut sesuai prosedur yang ada.
"Banjarmasin ini menjadi Ibu Kota Provinsi jadi milik 13 kabupaten/kota se-Kalsel dan harus dilibatkan," terangnya (24/2/2022).
Setahunya ujar Yani hanya perkantoran Sekretariat Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kalsel yang berada di Banjarbaru namun bukan ibukota yang ikut berpindah.
Ketidaktahuan pemindahan ibukota ini pun menurut Yani akan berpengaruh saat kembali ke daerah pemilihan (dapil)nya apa yang akan disampaikan kepada rakyat.
"Saya kaget mendengar adanya pemindahan ibu kota, kalau rakyat bertanya dengan kita meski jawab apa karena tidak tau prosesnya," ungkapnya.
Sekarang ini kata Yani tergantung kepada masyarakat apakah setuju pindah ibukota atau tidak. Karena RUU ini sudah disahkan menjadi UU maka jalur yang ditempuh bisa melalui judicial review bagi mayoritas yang tidak setuju. "Nanti apa yang dikehendaki rakyat, kita siap bersama rakyat memperjuangkan aspirasi mereka," ucapnya.
Kepala Bappeda Kalsel: Jika Tak Setuju Pemindahan Ibukota, Silakan Judicial Review
Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kalsel, Nurul Fajar Desira mempersilakan pihak yang tidak setuju pemindahan ibukota ke Banjarbaru untuk mengajukan judicial review.
"Jika ada pihak tak setuju, silakan tempuh jalur hukum termasuk judicial review," ucapnya (24/2/2022) di Gedung DPRD Kalsel.
Namun ia mengimbau terkait pro kontra pemindahan ibu kota ini melihat juga dari sisi positifnya. Fajar berpandangan selama ini Kota Banjarmasin sebagai ibu kota mengemban banyak tugas karena tidak hanya fungsi pemerintahan namun sekaligus sebagai pusat ekonomi dan bisnis.
Dengan luas lahan dan kepadatan penduduk di Kota Banjarmasin yang sudah mencapai batas maksimal itu maka perlu ditata. Menurutnya jika penambahan penduduk di Banjarmasin terus berlanjut dapat berdampak menimbulkan kemacetan serta kekumuhan dan lain sebagainya.
Dengan pemindahan ibukota ke Banjarbaru maka otomatis akan terjadi perpindahan mobilitas, manusianya itu sendiri. "Menurut saya ini lebih efektif, karena pegawai dan dinas juga bakal pindah ke Banjarbaru," ungkapnya.
Secara tidak langsung menurutnya dengan pemindahan ibu kota ini berkuranglah fungsi pusat pemerintahan di Banjarmasin. "Sehingga Banjarmasin bisa fokus pada fungsi sebagai pusat bisnis, perdagangan dan pariwisatanya (sungai)," ucapnya.
Pemindahan ini dalam pandangannya sangat bermanfaat dari segi aspek perencanaan kawasan sehingga Banjarmasin bisa lebih leluasa mengembangkan diri.
Saat disinggung mengenai prosedur dan mekanisme pemindahan ibu kota, Fajar dengan singkat mengatakan itu memang bukan ranahnya menjawab hal tersebut.
Meskipun begitu Fajar mengungkapkan terkait pemindahan ibukota ini, pihak Pemprov Kalsel sebelumnya sudah beberapa kali berdiskusi dengan panitia kerja (panja) pemerintah pusat.
Namun terlepas dari itu semua perpindahan ini Fajar menekankan akan banyak manfaat yang didapatkan Banjarmasin. Disisi lain Banjarbaru juga akan mendapatkan sisi positifnya.
Karena lanjutnya letak kawasan Banjarbaru lebih berada di tengah sehingga memudahkan akses bagi kabupaten/kota mengunjungi dan koordinasi dengan ibukota Kalsel.
Bagi dinas di pemerintah pusat saat acara formal begitu mendarat di Bandara Syamsudin Noor juga lebih dekat ke Banjarbaru. "Buat masyarakat jauh lebih menguntungkan manfaatnya, ini kurang lebih sama dengan pemindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim," ungkapnya.
Sebelumnya pemerintah kota Banjarmasin sendiri terkejut dengan perpindahan ibukota. Karena menurut Wali Kota Ibnu Sina RUU itu sebelumnya tidak ada pembicaraan dengan Pemkot Banjarmasin dan tiba-tiba disahkan.
Sekdaprov Kalsel: Gubernur Mendukung Pemindahan Ibukota ke Banjarbaru
Sekretaris daerah provinsi (Sekdaprov) Kalsel, Roy Rizali Anwar mendukung adanya Undang-undang baru tentang pemindahan Ibukota provinsi (IKP) Kalsel ke Banjarbaru.
Disampaikan Roy bahwa Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor juga turut mendukung hal tersebut.
Disampaikan Roy bahwa Gubernur Kalsel Sahbirin Noor juga turut mendukung hal tersebut. "Kami mendukung hal ini semata-mata agar menjadi pedoman dalam memetakan dan memaksimalkan peran dan potensi Kalsel,” ucap Roy usai acara pelantikan pejabat struktural dan pejabat fungsional di lingkungan pemerintah Kalsel, Jumat (25/2/2022).
Lebih lanjut, dengan disahkannya UU provinsi Kalsel yang baru oleh DPR RI menurutnya sangat penting terlebih sebagai landasan pembangunan daerah yang diselenggarakan secara terpola, terencana, terarah, menyeluruh dan terintegritas dalam satu kesatuan wilayah NKRI untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, menurutnya banyak potensi yang bisa digali di Banua khsusnya terkait kekayaan budaya, kearifan lokal, kondisi geografis, dan demografis serta tantangan yang dihadapi dalam dinamika masyarakat dalam tataran lokal, nasional dan global.
Dimana dalam UU tersebut menyebutkan bahwa pemindahan ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Kalsel dan Kalimantan Timur (Kaltim). (tim)
ilustrasi gambar peta: sejarahdaerahulun.blogspot.com
Posting Komentar